Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diperjuangkan sejak lama.
Bahkan proses untuk membuat kitab hukum pidana itu telah berlangsung sejak 1963.
“RUU KUHP merupakan salah satu RUU yang disusun dalam suatu sistem hukum pidana nasional yang bertujuan untuk menggantikan KUHP lama sebagai produk hukum pemerintahan zaman kolonial Hindia Belanda,” ujar Yasonna dalam rapat paripurna DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (6/12/2022).
“Upaya pembentukan KUHP telah melalui langkah panjang yang dimulai sejak Seminar Hukum Nasional I pada tahun 1963,” sambungnya.
Ia menyampaikan langkah untuk mengganti KUHP peninggalan pemerintah kolonial Belanda dilakukan dengan rekodifikasi yang mencakup konsolidasi dan sinkronisasi peraturan hukum pidana baik vertikal maupun horizontal.
Yasonna mengungkapkan, RKUHP yang telah disahkan tidak hanya mengatur pidana penjara dan pidana denda.
“Tetapi menambahkan pidana tutupan, pidana pengawasan, dan pidana kerja sosial,” ujarnya.
Ia menegaskan, dalam RKUHP itu pemerintah tak lagi menjadikan hukuman mati sebagai pidana pokok.
“Melainkan merupakan pidana yang bersifat khusus yang selalu diancamkan secara alternatif dan dijatuhkan dengan masa percobaan 10 tahun,” tandasnya.
Diketahui dalam rapat paripurna kali ini DPR telah resmi mengesahkan RKUHP menjadi undang-undang.
Adapun RKUHP sejatinya pernah dibahas pada tahun 2019, namun karena masifnya penolakan masyarakat, Presiden Joko Widodo meminta agar proses pengesahannya ditunda.
Kemudian setelah dilanjutkan, akhirnya DPR dan pemerintah sepakat membawa RKUHP ke rapat paripurna dalam rapat 14 November 2022.
Hingga akhirnya hari ini Indonesia memiliki KUHP sendiri setelah DPR sepakat untuk mengesahkan draft tersebut menjadi undang-undang.
0 Komentar