Presiden Joko Widodo diketahui meminta jajarannya mendiskusikan kembali Rancangan Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) secara masif dan komprehensif karena masih menuai polemik. Menkumham Yasonna Laoly mengatakan upaya RKUHP masih dilakukan, sementara draf RKUHP akan segera disosialisasikan kepada publik.
"Jadi sekarang rencana UU KUHP kita sosialisasikan, ada 14 poin. Sebetulnya, sebelum-sebelumnya sudah, tetapi Pak Presiden mengatakan 'sudahlah, sosialisasi lagi 14 poin itu kepada masyarakat.' Saya harapkan nanti, kita masih ada prioritas rencana UU, revisi Undang-Undang Cipta Kerja. Itu kita prioritaskan. Selesai itu, nanti baru rencana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana," jelasnya.
Rencananya Menkumham akan menyosialisasikan 14 poin dalam RKUHP yang dinilai belum jelas. Isu yang masih menjadi perbincangan di antaranya, penyerangan harkat martabat Presiden dan Wakil Presiden, perihal ilmu gaib, dan pemerkosaan, selain itu undang undang cipta kerja juga menjadi prioritas RKUHP.
"Sebelumnya juga sudah ada sosialisasi ke kampus-kampus, tetapi Presiden meminta supaya lebih bagus lagi kita sosialisasi," lanjutnya.
Sejumlah argumen terkait urgensi RKUHP dikaitkan dengan pergeseran paradigma keadilan restributif yang seringkali diwujudkan dalam balas dendam melalui penghukuman badan. Mantan Dirjen PUU Kemenkumham, Benny Rijanto mengatakan saat ini paradigma keadilan telah bergeser kepada keadilan korektif, keadilan restorative, dan keadilan rehabilitatif.
Pemikiran untuk RKUHP dimulai sejak 1963. Sejak 2015, RUU KUHP telah dibahas di DPR. Partisipasi publik disebut selalu dilibatkan dalam diskusi dan seminar nasional yang melibatkan unsur akademisi praktisi dan ahli hukum serta tokoh masyarakat.
Penundaan pengesahan bukan karena belum terpenuhinya persyaratan formil namun untuk menuntaskan isu krusial yang belum terselesaikan sehingga bisa mengakomodir keinginan masyarakat.
0 Komentar