Nur Wulan Intan Mandasari, pernah dengar nama itu? Dia adalah salah satu pelaku UMKM dari Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Sukoharjo. Banyak sebenarnya barang yang diperjual-belikan, tapi fokusnya hanya pada satu item saja yakni replika burung garuda.
Aku
pernah mengambil kesempatan berbincang dengannya, untuk bertanya tentang
keputusannya terjun ke bidang UMKM.
Intan
begitu sapaannya, memulai usaha ini dari 2018. Berawal dari kebingungan akan
memilih usaha apa, akhirnya dengan bantuan sang ayah, ia mulai menggeluti
replika garuda. Persoalannya dari awal sampai sekarang hanya ada di permodalan,
makanya ada usaha lain yang dilakukan untuk menyambung UMKM utamanya.
Jika
pesanan datang, Intan memberdayakan warga di kampungnya untuk membuat
replika-replika garuda itu. Selain pengrajin, Intan juga salah satu pelopor
yang menjadikan desanya sebagai kampung Pancasila.
Saat
kukepoi tentang alasan kenapa burung Garuda yang menjadi pilihannya. Jawabnya
membuatku tersentil, karena kebanggaannya terhadap lambung negara itu. Bentuk
gagah dan makna di dalamnya bagi rakyat Indonesia, menjadi motivasi awalnya
membuat kerajinan.
Rasa
nasionalisme seorang pemudi dari Sukoharjo ini terus mengingatkanku pada sosok
pemimpinnya, Ganjar Pranowo. Dia adalah gubernur yang memegang teguh dasar
negara, yang tergambar dalam replika burung garuda buatan Intan tadi.
Sudah
sewajarnya jika seorang pemimpin menjadikan Pancasila, sebagai pedoman dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Tapi masih banyak kutemukan pemimpin yang
teledor. Entah kurang menerapkan rasa toleransi dalam perbedaan yang ada, atau
menyikapi berbagai permasalahan.
Ganjar
adalah satu-satunya kepala daerah yang menegaskan sikap, terhadap orang-orang
yang bertentangan dengan Pancasila. Siapapun mereka yang menganut paham
radikal, harus disadarkan dengan kekuatan Pancasila.
Sejarah
membentuk nilai dan kandungan Pancasila agar menjadi prinsip, dalam menjalankan
kehidupan di Negara Kesatuan Rakyat Indonesia. Ir. Soekarno dan tokoh lain
sudah merumuskan Pancasila menjadi dasar negara, dengan berbagai pertimbangan
dan usulan.
Sejarahnya
tidak singkat, bahkan bisa dikatakan relatif lama. Mengingat begitu pentingnya
dasar negara ini setelah kemerdekaan diproklamasikan, maka sampai harus
melibatkan banyak tokoh nasional untuk memusyawarahkannya.
Tak
berhenti di situ, Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dikerahkan untuk
pembentukan dasar negara Indonesia.
Dalam
prosesi yang digelar untuk memutuskan dasar negara inilah, tiga tokoh
mengusulkan nilai sekaligus point-pointnya. Mereka adalah Ir. Soekarno,
Soepomo, dan Mohamad Yamin. Dari usulan ketiganyalah menjadi Pancasila yang
termaktub pada Pembukaan UUD 1945. Simbolnya terpahat dalam lambang negara
Garuda, hingga kami para rakyat Indonesia menyebut kesatuan mereka sebagai
Garuda Pancasila.
Sepanjang
sejarah, sepanjang itu pula Ganjar akan mengamalkannya sebagai rakyat dan
pemimpin di negara ini. Mulai dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Konstitusi sudah menetapkan agama dan keyakinan yang diakui negara, maka sudah
sebaiknya kita saling menghargai pilihan masing-masing.
Tidak
perlu menunjukkan keyakinan siapa yang benar, karena kebebasan agama adalah hak
setiap rakyat Indonesia. Kita semua benar dengan versi masing-masing. Ganjar
sudah selalu menggambarkan dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari berbagi
kasih, dan tawa kebahagiaan di hari besar mereka.
Untuk
memupuk tenggang rasa, Gubernur dua periode itu kerap mengadakan diskusi
kebangsaan dan berbagi bersama dengan menghadirkan perwakilan pemuka agama di
Jateng. Dengan begitu kerukunan antar agama pun tercipta.
Pengamalan
sila kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Ganjar adalah pemimpin yang
memanusiakan manusia. Siapapun warganya, semua ditolong. Tak pernah pilah-pilah,
yang sehat ataupun sedang sakit, rakyat kecil khususnya yang sangat membutuhkan
uluran tangannya.
Pangan
dan papan yang menjadi kebutuhan pokok manusia, menjadi prioritasnya. Ketahanan
pangan ia push massif. Inflasi yang terjadi, terus ia tekan agar warganya bisa
menikmati suapan nasi beserta lauk-pauknya.
Papan
yang menjadi tempat berlindung, ia galakkan dengan bantuan dari beberapa sumber
dana yang digalang bersama kawan sejawatnya. Alhasil sebanyak satu juta lebih
rumah warga Jateng berhasil dibantu Ganjar.
Lalu
bagaimana untuk penerapan sila ketiga, persatuan Indonesia? Banyaknya keragaman
yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, membuat Ganjar memunculkan kekuatan
untuk mempersatukan tanpa membandingkan satu sama lain.
Ganjar
sudah menerapkannya dengan melestarikan budaya, yang ada dari suku-suku di
Indonesia. Dengan usaha dan upayanya, Jateng menjadi tuan rumah dalam berbagai
event seni budaya dari raja hingga ketua suku di negeri ini.
Bukan
berarti dengan begitu Jateng jarang menjumpai permasalahan. Provinsi padat
penduduk ini memiliki struggle beraneka ragamnya.
Tapi
mereka memiliki pemimpin sesolutif Ganjar, yang selalu menjunjung tinggi
komunikasi, diskusi maupun musyawarah dalam penyelesaian setiap masalah. Tak
hanya ketika ada problem, musyawarah juga selalu dilakukan Ganjar dalam
memperjuangkan kepentingan rakyat.
Seperti
pengadaan listrik di Karimun Jawa, atau yang terbaru aktivasi stasiun Purworejo
setelah lama ditutup. Di sanalah pengamalan sila keempat berjalan, kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat dalam permusyawaratan/perwakilan.
Dan
sila terakhir, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adil tidak selalu
sama, kawan. Seperti yang pernah dilontarkan Ganjar, bahwa semua akan mudah
dengan gotong royong. Yang punya banyak memberi lebih, yang tidak punya
bantulah semampunya. Begitulah kepemimpinannya, mencoba adil pada setiap
warganya.
Dari
kisah cinta tanah air dua anak negeri di atas, aku selalu berharap kita juga
bisa menjadi bagian dari kebanggaan negara ini. Memberikan kontribusi apapun
bentuknya, untuk mengukir rasa nasionalisme kita terhadap bumi pertiwi.
Bukan
hanya sekarang tapi juga esok, harapan dan doa terpanjat agar negara ini maju
dengan gotong royong warganya. Seperti halnya Intan yang bercita-cita menjadi
pengrajin spesialis burung Garuda. Begitu pula dengan Ganjar menjadi pemimpin
negeri ini yang memegang kuat Pancasila, dalam kehidupan rakyat demi meraih
cita-cita bangsa.
Tanggal
1 Juni 2023 ini, aku ingin mengucapkan selamat hari Pancasila. Semoga dengan
kisah yang kuceritakan tadi, kita selalu menjadi bagian kebanggaan negeri ini
dengan kemampuan dan kapasitas kita masing-masing. Tentunya dengan mengamalkan
Pancasila, dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
0 Komentar