Presiden Jokowi menyebut 7 nama potensial yang cocok mendampingi Ganjar Pranowo sebagai cawapres di Pemilu 2024. Mulai dari Prabowo Subianto, Erick Thohir, Sandiaga Uno, Mahfud Md, Ridwan Kamil, Muhaimin Iskandar, hingga Airlangga Hartarto. Siapa paling cocok?
"Banyak (yang cocok, red.). Ada Pak Erick, Pak Sandiaga Uno, Pak Mahfud, Pak Ridwan Kamil, Cak Imin, dan Pak Airlangga," kata Jokowi usai menjalankan Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah di Masjid Sheikh Zayed Solo, Jawa Tengah, Sabtu (22/4/2023).
"Termasuk Pak Prabowo. Nanti juga segera cawapres-nya ketemu," katanya.
Presiden Jokowi mengatakan, bakal cawapres yang akan diusung untuk mendampingi Ganjar akan diputuskan mendatang.
"Satu per satu. Calonnya sudah semakin jelas siapa capresnya, tinggal menunggu cawapresnya," kata Jokowi.
Analis politik dan Direktur Eksekutif Aljabar Strategic, Arifki Chaniago, menilai cawapres yang ideal bagi Ganjar adalah dari kalangan Islam atau religius. Sehingga duet Nasionalis-Religius bisa tercipta.
Menurutnya, meski PDIP dalam sisi elektoral suaranya bagus di pemilu 2019, tetapi untuk mengusung figur capres, skenario PDIP saat mengusung Megawati di tahun 2004 ketika berpasangan dengan Hasyim Muzadi, kemudian Jokowi berpasangan dengan Jusuf Kalla, harus kembali diulang. Figur Hasyim, kata Arifki, saat itu dianggap mewakili NU dan JK mewakili Dewan Masjid Indonesia.
"Begitupun 2019, pilihan kepada Ma'ruf Amin tidak lepas dari faktor elektoral bersifat religius. Makanya ketika Ganjar capres 2024 tentu ada faktor lain juga yang akan menjadi penentu, siapa yang paling religius dan dibutuhkan PDIP untuk jadi cawapresnya Ganjar," kata Arifki,Selasa (25/4/2023).
Berdasarkan sejarah, partai religius dan berpengalaman bermitra dengan PDIP adalah PPP. "Kita lihat sejarahnya, di era Megawati-Hamzah Haz, PPP dengan PDIP, ke depan tentu ini juga memungkinkan dengan kedekatan partai lain, seperti PAN dan PKB."
Dari kalangan islam, Arifki menilai ada tiga nama yang punya potensi paling besar. Mereka adalah Sandiaga Uno, Khofifah Indar Parawansa, dan Mahfud MD.
"Misalnya Sandiaga, secara politik memang tidak terlalu berafiliasi dengan gaya politik islam, tetapi beberapa momentum politik 2017 dan 2019 memberi keuntungan bagi Sandi, apalagi dia dikenal dekat dengan PKS dan narasi Sandiaga juga lebih dekat dengan kelompok religius ketimbang nasionalis."
"Makanya, citra Sandiaga lebih dekat dengan partai islam daripada partai nasionalis, meski pernah di Gerindra. Ini akan menjadi menarik ketika Sandiaga masuk ke PPP, dia akan menjadi daya tawar sendiri bagi PDIP, makanya Sandi jadi figur menarik untuk dipasangkan dengan Ganjar," ucapnya.
Khofifah, kata Arifki, juga menarik karena berlatar NU dan mewakili kelompok perempuan. Selain itu, Khofifah memiliki basis elektoral di Jatim sebagai gubernur.
"Namun belakangan, Mahfud MD juga menarik perhatian. Sebab fenomena kasus, seperti di Kemenkeu yang menjadi panggung dari Mahfud dan dilirik publik sebagai sosok yang diperhitungkan. Pada 2019, Mahfud hampir jadi dipasangkan dengan Jokowi, tapi di beberapa menit akhir berganti jadi Ma'ruf amin."
"Jadi 3 figur di atas bisa menjadi cawapres yang menguntungkan Ganjar. Ini juga penting bagi PDIP supaya bisa hattrick saat pemilu dan Ganjar bisa menang," pungkas Arifki.
Hati-Hati Pilih Cawapres
Peneliti Senior Populi Center, Usep S Ahyar, menyarankan Ganjar dan PDIP untuk hati-hati dalam memilih cawapres. Sebab, elektabilitas para capres yang telah dideklarasikan saat ini tidak terlalu jauh.
"Maka mungkin bisa jadi cawapres akan jadi penentu. Nah memang potensi untuk menarik suara juga harus diketahui capres sekarang ini dia punya suara dari mana. Misalnya dalam konteks ini Ganjar lebih banyak didukung nasionalis. Dalam konteks itu tentu cawapres yang religius, berlatar belakang organisasi kemasyarakatan (ormas) keagamaan NU misalnya, mungkin lebih cocok," kata Usep kepada Liputan6.com, Selasa (25/4/2023).
Usep menjelaskan, dari sisi wilayah, Ganjar kuat di Jateng dan Jatim. Oleh karena itu ada baiknya mempertimbangkan cawapres yang kuat di Jabar dan Banten.
"Harus diketahui karakter Jabar dan Banten religius. Memainkan sentimen itu, potensi masih ada. Lalu kemudian karakternya juga harus dipahami. Kan di Sumatera juga di beberapa bagian Sumatera harus diperhatikan kalau ingin menang."
"Jadi kalau orientasi hanya nasionalis saja, sendiri saja misalnya tidak berkoalisi yang lain, saya kira juga akan berat. Karena mengingat elektabilitas di antara calon-calon juga masih punya potensi untuk menang.
Usep menilai, dari 7 nama yang disebutkan Jokowi, masing-masing punya kelebihan. Ridwan kami misalnya, secara kewilayahan mungkin sedikit banyak mempunyai kultur religius dan bisa dikapitalisasi.
"Cuma untuk wilayah timur juga harus hati-hati. Mana yang mau di jadikan wilayah utama, kunci kemenangan. Kalau misal Erick Thohir dia sebenarnya punya kans juga dia pengusaha mungkin di wilayah Sumatera, Jawa bagian barat. Lalu sekarang sedang mendekat ke NU. Tapi itu juga masih perlu di uji masih perlu kerja keras Erick soal itu. Lalu kemudian Khofifah itu juga di sana. Tapi secara kewilayahan cocok," pungkasnya.
Ganjar Butuh Pendamping yang Tambah Elektabilitas
Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai yang dibutuhkan Ganjar sebagai cawapres adalah sosok yang mampu meningkatkan elektabilitas, terutama di wilayah-wilayah yang selama ini Ganjar kurang kuat.
"Seperti di Jabar, Jakarta, atau Banten. Kalau di Jabar lemah, apakah harus Ridwan Kamil, secara realita memang harus begitu. Secara teori bisa ditambah kekuatan politiknya. Tapi kalau menyebut nama RK secara politik rumit, karena kader golkar dimana keputusan politik golkar itu harga matinya Airlangga sebagai capres," kata Adi, Selasa (25/4/2023).
Adi juga menilai, Ganjar tak perlu ambil tokoh dari Jatim. Sebab, posisinya di sana sudah cukup kuat.
"Paling mungkin salah satu kriteria yang ditambah adalah mencari sosok yang dianggap religius, sosok yang islamis. Jadi nasionalis dan islam, itu seringkali menjadi fasum politik yang selalu dipakai untuk memenangkan pertarungan," pungkasnya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan siap dipasangkan dengan siapa pun tokoh yang memiliki visi sama sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) pasangannya untuk Pilpres 2024. Namun, ia meminta semua pihak bersabar.
"Setelah Ketua Umum PDI Perjuangan Ibu Megawati memutuskan capres, maka baru tahap awal. Jadi, cerita (bakal calon) wakil presiden menunggu kerja sama antara partai. Tentunya dari PDI Perjuangan telah menyiapkan beberapa calon, termasuk Pak Presiden Jokowi ikut bergabung diskusi soal itu. Jadi, sabar dulu saja," kata Ganjar Pranowo dalam acara makan bersama di Wedangan Ndalem Padmosusastran, Surakarta, Sabtu (22/4/2023).
Ganjar mengaku belum tahu pasti soal nama-nama bakal capres pendampingnya. PDI Perjuangan pasti akan mempertimbangkan, tambahnya, karena negara ini terlalu besar untuk diurus sendiri.
Berbagai kerja sama diperlukan, khususnya dengan elemen masyarakat dan partai karena konstitusional, bakal capres dan cawapres diusulkan oleh partai atau gabungan partai politik.
"Soal partai yang koalisi, kita tunggu sebentar lagi, soal cawapres yang dapat bekerja sama dan mempunyai visi yang sama. Pekerjaan rumah kita tidak mudah, bukan hanya UUD 1945 sebagai satu visi panjang negeri ini, yang mesti dibereskan. Lalu, nilai-nilai yang ada dalam konstitusi yang mesti kita taati," jelas Ganjar.
Ganjar mengatakan pembangunan yang sudah dilakukan Presiden Jokowi mesti dilanjutkan. Ganjar menceritakan saat dirinya pulang ke Jawa Tengah menemani Presiden Jokowi, Jumat (21/4), dia mendapat cerita selama di penerbangan selama 50 menit tentang bagaimana Jokowi melakukan lompatan dan akselerasi.
"Satu cerita hilirisasi saja sebenarnya bisa menaikkan ekonomi lompatan ekonomi yang besar. Saya harus menjaga ini. Jadi, kami jaga dan kami lanjutkan. Banyak agenda itu yang harus disiapkan, sehingga pasangan cawapres diharapkan satu visi, mempunyai komitmen yang sama untuk melaksanakan amanat ini," kata Ganjar.
Dia pun mengaku siap dipasangkan dengan siapa saja selama memiliki visi dan misi yang sama untuk pembangunan Indonesia.
"Saya siap dipasangkan siapa saja, tetapi pasti ada perhitungan-perhitungannya. Cawapres apakah dari partai atau tidak itu bagian dari diskusi yang panjang; yang terpenting mempunyai visi yang sama, bagaimana menjaga republik ini, dasar konstitusi yang dipegang yang menjadi komitmen awal," ujarnya.
0 Komentar