PP Nomor 1 Tahun 2019 telah diteken Jokowi sejak 2019 lalu. Berdasarkan beleid tersebut, setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan menggunakan devisa. Namun khusus Devisa berupa Devisa Hasil Ekspor (DHE) Sumber Daya Alam, wajib dimasukkan ke dalam sistem keuangan Indonesia.
“DHE SDA sebagaimana dimaksud, berasal dari hasil barang ekspor pertambangan, perkebunan, kehutanan, perikanan,” bunyi Pasal 3 ayat (2) beleid tersebut, sebagaimana dikutip dari situs resmi Sekretariat Kabinet, setkab.go.id, Kamis, 24 Januari 2019.
Dengan adanya aturan ini, para eksportir mesti menempatkan devisa hasil ekspor sember daya alamnya ke dalam rekening khusus di perbankan yang melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Penempatan DHE SDA itu wajib dilaksanakan paling lama pada akhir bulan ketiga setelah bulan pendaftaran pemberitahuan pabean ekspor.
“Ketentuan mengenai pemasukan DHE SDA ke dalam sistem keuangan Indonesia sebagaimana dimaksud dilakukan berdasar Peraturan Bank Indonesia,” bunyi Pasal 4 ayat (3) beleid tersebut. Selanjutnya, bunga deposito yang dananya bersumber dari Rekening Khusus DHE SDA itu dikenakan pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Selain itu, dalam beleid itu juga tercantum bahawa DHE SDA pada rekening khusus itu dapat digunakan eksportir untuk sejumlah pembayaran, sepanjang dibuktikan dengan dokumen pendukung. Pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran bea keluar dan pungutan lain di bidang ekspor, pinjaman, impor, keuntungan atau dividen, serta keperluan lain dalam penanaman modal. Khusus untuk pinjaman, wajib dibuat dalam perjanjian pinjaman.
"Dalam hal pembayaran dilakukan melalui escrow account, eksportir wajib membuat escrow account tersebut pada Bank Yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing,” bunyi Pasal 7 PP ini. Apabila escrow account telah dibuat di luar negeri sebelum diundangkannya PP tersebut, Eksportir wajib memindahkan escrow account tersebut pada Bank Yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing paling lama 90 hari sejak beleid itu diundangkan.
Ke depannya, pengawasan atas kewajiban eksportir memasukkan DHE SDA ke sistem keuangan Indonesia dan penggunaan DHE SDA akan dilakukan oleh Bank Indonesia. Sementara pengawasan escrow account pada Bank Yang Melakukan Kegiatan Usaha dalam Valuta Asing, menurut PP ini, dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Apabila dalam keberjalanannya pelaku ekspor tidak menjalankan ketentuan sesuai beleid itu, maka akan ada sanksi administratif berupa denda administratif, larangan melakukan ekspor, hingga pencabutan izin usaha.
Revisi PP Devisa Hasil Ekspor
Diketahui pada Rabu kemarin, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto telah menyampaikan rencana untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dari Kegiatan Pengusahaan, Pengelolaan, dan/atau Pengolahan Sumber Daya Alam. Tujuannya agar selaras dengan pertumbuhan ekspor dengan cadangan devisa.
"Tadi arahan Bapak Presiden bahwa ekspor yang selama ini terus positif perlu diikuti dengan peningkatan cadangan devisa. Oleh karena itu Bapak Presiden meminta agar PP 1/2019 tentang devisa hasil ekspor itu untuk diperbaiki," kata Airlangga usai rapat bersama Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Ia menjelaskan berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2019, hanya sektor pertambangan, perkebunan, kehutanan, dan perikanan, yang diwajibkan mengisi cadangan devisa dalam negeri. Lewat revisi, pemerintah berencana memasukkan beberapa sektor seperti manufaktur.
"Dengan demikian kita akan melakukan revisi sehingga tentu kita berharap bahwa peningkatan ekspor dan surplus neraca perdagangan akan sejalan dengan peningkatan devisa," kata Ketua Umum Partai Golkar ini.
Selain menambah sektor komoditas ekspor, lanjutnya, pemerintah juga akan meninjau lebih jauh terkait besaran jumlah yang harus masuk dalam cadangan devisa. "Jadi jumlah devisa berapa, sektor mana, dan berapa lama dia parkir di dalam negeri," kata dia.
Ia mencontohkan pengalaman regulasi serupa di India dan Thailand yang mengharuskan cadangan devisa hasil ekspor sekurang-kurangnya harus ditahan selama enam bulan, sedangkan beberapa negara lain ada yang menerapkan hingga satu tahun.
"Bahkan Bank Indonesia (itu hanya) mencatat, jadi kalau mencatat dan mengatur kan berbeda. Justru dalam revisi PP 1/2019 ini akan kita atur supaya devisa itu masuk dulu, sehingga itu akan memperkuat devisa kita," ujar Menko Airlangga Hartarto.
0 Komentar