Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak memberikan ancaman pidana terhadap kelompok lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
"Enggak ada satu pasal pun yang mengatakan 'barangsiapa itu LGBT diancam hukuman...', enggak ada. Cari di pasal berapa," kata Mahfud dalam jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (15/12/2022).
Mahfud yang merupakan mantan ketua Mahkamah Konstitusi itu menjelaskan, KUHP hanya mengatur ancaman pidana bagi pelaku pelecehan seksual, tak terbatas hanya pada yang dilakukan oleh kelompok LGBT.
"Pelecehan seksual itu bisa LGBT, bisa tidak, bisa orang biasa. Yang di Jombang itu kan pelecehan seksual kan (orang) biasa, tidak LGBT. Nah, itu kadang-kadang orang belum baca sudah ribut," ucap Mahfud.
Secara terpisah pada kesempatan sebelumnya, Anggota Komisi III DPR Habiburokhman juga menampik terdapat pasal dalam KUHP yang berpotensi mendiskriminasi kelompok LGBT.
Dia menyampaikan hal itu menanggapi pernyataan dari perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang KUHP.
“Kalau soal LGBT tentu diatur di KUHP di Pasal 414 bahwa kita melarang perbuatan cabul baik sesama jenis maupun berbeda jenis,” ungkap Habiburokhman ditemui di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (9/12/2022).
Menurut Politisi Partai Gerindra ini, aturan tersebut lebih jelas ketimbang KUHP yang saat ini berlaku.
Sebab, lanjut dia, KUHP yang digunakan saat ini, tak mengatur pencabulan yang dilakukan masyarakat sesama jenis.
Oleh karena itu, dia mengatakan, perlu kepastian hukum untuk memberikan keadilan, bahwa ancaman pidana tak hanya diberikan pada pelaku yang melecehkan lawan jenisnya, tapi juga sesama jenis.
“Di mana salahnya coba? Orang yang melakukan perbuatan cabul dengan paksaan baik berbeda jenis maupun sesama jenis dipidana,” kata Habiburokhman.
“Ini sama sekali tidak bertentangan dengan HAM, bahkan ini membela HAM, membela korban, dan menjaga masyarakat kita,” sambung Habiburokhman.
Habiburokhman menegaskan, aturan itu sama sekali tidak mendiskriminasi masyarakat dari sisi orientasi seksual.
“Sama ya, mau sejenis, mau sesama jenis kalau berbuat cabul dan (dengan) paksaan ya kita hukum menurut KUHP (baru) ini,” ucap Habiburokhman.
Mahfud pun menjelaskan bahwa penyusunan KUHP telah melalui proeses yang sangat panjang sejak Indonesia merdeka hingga akhirnya bisa menggantikan KUHP warisan kolonial Belanda.
Mahfud menuturkan, lamanya proses tersebut disebabkan oleh perbedaan pendapat di tengah masyarakat mengenai isi KUHP yang sedang dibuat.
Menurut dia, pembentukan KUHP tidak akan rampung bila harus memuaskan dan mengakomodasi kepentingan semua pihak, termasuk kelompok masyarakat sipil.
"Coba itu masyarakat sipil dituruti, ini kehendak masyarakat mari kita jadikan kitab undang-undang, masyarakat yang tidak sipil atau masyarakat sipil yang lain yang marah, dikira dia benar sendiri, orang lain menganggap kamu salah," kata Mahfud.
Oleh karena itu, Mahfud mempersilakan bila ada kalangan yang tak sepakat dengan KUHP untuk mengikuti prosedur yang berlaku.
"Mari tempuh prosedur yang berlaku, ditetapkan di DPR, Anda enggak puas di DPR, ke sana ke Mahkamah Konstitusi, kan gitu prosedurnya. Terus mau cara apa lagi?" kata Mahfud.
Mahfud pun memastikan pemerintah bakal mematuhi apapun putusan MK mengenai judicial review KUHP kelak.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan KUHP terbaru dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (6/12/2022).
Sebelumnya, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengatakan, KUHP terbaru akan diberlakukan tiga tahun kemudian sejak disahkan.
Yasonna mengatakan, Kemenkumham bakal membentuk tim untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat dalam masa transisi itu.
"Ada (waktu) tiga tahun untuk sosialisasi (UU) KUHP ini. Saya kira kita akan bentuk tim dari seluruh tim yang ada, dari kementerian, tim pakar kita yang selama ini ikut membahas," kata Yasonna ditemui di Kompleks Istana Kepresidenan.
0 Komentar