Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak memberikan jawaban gamblang ketika ditanya apakah dirinya memerintahkan Panglima TNI baru Laksamana Yudo Margono untuk mengurangi jumlah pasukannya di Papua. Sebab, Yudo sudah menjanjikan pendekatan yang lebih humanis untuk menangani kekerasan yang menahun di Papua.
Jokowi hanya menyebut bahwa pendekatan humanis yang dijanjikan Yudo tersebut merupakan upaya yang baik. Begitupun dengan pengurangan prajurit TNI di Papua
"Itu baik, tetapi memang harus tegas, karena kalau kita enggak tegas di sana KKB (Kelompok Kriminal Bersenjata) selalu berbuat seperti itu, ya tidak akan selesai-selesai masalahnya," kata Jokowi usai pelantikan Yudo di Istana Negara, Jakarta, Senin, 19 Desember 2022.
Selebihnya, Jokowi hanya berpesan ke Yudo untuk menjaga kedaulatan Indonesia, dan menjaga persatuan dan kesatuan. Lalu menjaga mempertahankan, dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada TNI yang sekarang sudah paling tinggi.
"Kepercayaan ini harus dijaga terus dengan profesionalisme di tubuh TNI yang terus harus ditingkatkan," kata kepala negara.
Sebelumnya saat uji kelayakan di Komisi Pertahanan DPR, 2 Desember, berjanji akan menggunakan pendekatan humanis dalam menangani masalah Papua. "Ya pasti (humanis). Tadi saya sampaikan walaupun TNI tegas tapi harus humanis," kata dia.
Yudo menyebut TNI bakal melihat terlebih dulu situasi dan kondisi di Papua. Sebab, kata dia, ada daerah yang sudah relatif kondusif, namun ada juga daerah dengan tingkat kerawanan tinggi. Oleh sebab itu, Yudo menyebut bakal mempertimbangkan bentuk operasi yang diperlukan di sana, mengingat kondisi tiap daerah berbeda-beda.
Pendekatan humanis ini disampaikan Yudo di tengah meningkatnya eskalasi kekerasan yang melibatkan KKB di Papua. Dua minggu lalu KKB diduga telah menembak dua tukang ojek di pangkalan Kali Digoel, Distrik Oksem, Kabupaten Pegunungan Bintang, Provinsi Papua Pegunungan. Kedua korban yaitu La Aman dan La Usu dinyatakan telah meninggal dunia.
Dari catatan Kantor Staf Presiden, KKB telah melakukan kejahatan sebanyak 18 kali dalam enam bulan pertama di tahun ini. Tindakan mereka telah memakan korban meninggal sebanyak 22 orang. Meski demikian, suaran untuk pengurangan pasukan tetap disampaikan oleh masyarakat sipil.
Tahun lalu misalnya, rencana Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa menerapkan pendekatan teritorial memunculkan wacana penarikan pasukan non-organik yang ada di tanah Papua. Selama ini, keberadaan pasukan ini dianggap menjadi salah satu biang kerok tak kunjung usainya kekerasan di Papua.
Direktur Imparsial Ghufron Mabruri menilai kebijakan pengerahan pasukan non-organik selama ini memiliki banyak masalah. Tidak hanya terkait dengan akar kekerasan, tapi secara kebijakan, hal ini juga bermasalah.
"Tak ada akuntabilitas, kontrol, dan pengawasan. Sehingga, potensi penyimpangan pada operasi pasukan non-organik banyak terjadi di lapangan," kata Ghufron saat dihubungi Tempo, Jumat, 17 Desember 2021.
Kini jabatan Panglima berganti dari Andika ke Yudo. Ditanya terkait praktik pendekatan humanis seperti apa yang dilakukan, Yudo menjawab saat ini sebenarnya operasi yang ditonjolkan adalah operasi teritorial. "Bukan operasi militer, itu yang perlu digarisbawahi, tentunya tetap tegas sesuai hukum yang ada," kata dia.
Yudo tak ingin buru-buru memutuskan apakah pendekatan humanis ini nantinya akan melahirkan kebijakan pengurangan prajurit di Papua. Yudo menyebut evaluasi akan dilakukan terlebih dahulu sebelum melaporkan ke Jokowi situasi yang terjadi.
"Nanti saya pada kesempatan pertama akan datang ke sana bersama staf angkatan untuk melihat secara nyata apa sih yang sebenarnya terjadi di sana," kata dia.
Yudo memilih untuk mendengar terlebih dahulu masukan-masukan dari prajurit di lapangan, pemerintah daerah, dan tokoh-tokoh masyarakat. "Apa yang harusnya kami (lakukan) tentu pendekatan di lapangan perlu, jangan belum-belum langsung diputuskan, nanti saya memutuskan setelah saya cek baru saya temui pak presiden," kata dia.
0 Komentar