Presiden Joko Widodo menyatakan, masyarakat hendaknya meninggalkan fanatisme membabi buta terhadap calon presiden jagoannya pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Tidak usahlah kita terlalu (fanatik). Fanatisme membabi buta harus mulai kita tinggalkan, kita harus mulai demokrasi gagasan, demokrasi ide," kata Jokowi dikutip dari Kompas.id, Kamis (18/8/2022).
Jokowi mengaku heran mengapa masyarakat begitu fanatik terhadap kandidat yang mereka dukung dalam setiap kontestasi pemilihan umum, baik tingkat nasional maupun daerah.
Menurut dia, masyarakat mesti semakin menyadari pentingnya kebersamaan dan persaudaraan supaya perpecahan yang ada segera hilang setelah pemilu rampung.
Ia berkaca dari pengalamannya mengikuti Pemilihan Presiden 2019 saat bersaing dengan Prabowo Subianto yang pada akhirnya justru menjadi salah satu menteri di Kabinet Indonesia Maju.
"(Ketika pilpres) saya dengan Mas Prabowo (Prabowo Subianto), ramainya kayak apa pada tahun 2019. Kelihatannya ada keterbelahan, (tapi sebenarnya) nggak ada. Kita ini ketemu-ketemu juga, dan akhirnya kita membangun negara bersama-sama," kata Jokowi.
Mantan wali kota Solo ini pun berpesan agar demokrasi gagasan dan ide harus dikedepankan.
Ia mengatakan, para kandidat semestinya menyampaikan gagasan untuk memperbaiki kotanya, kabupatennya, provinsinya, maupun negara.
"Mestinya diarahkan ke sana. Kemudian kampanye-kampanye juga mulai menggunakan video conference, menggunakan (teknologi) digital sehingga kualitas demokrasi kita akan semakin baik. Itu yang kita inginkan," ujar Jokowi.
Dalam Sidang Tahunan MPR pada Selasa (16/8/2022) lalu, Jokowi juga berpesan agar tidak ada lagi politik identitas dan politisasi agama di Pemilu 2024 mendatang.
"Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial," kata Jokowi saat berpidato di Sidang Tahunan MPR, Selasa (16/8/2022).
"Demokrasi kita harus semakin dewasa. Konsolidasi nasional harus diperkuat," sambungnya.
0 Komentar