Banyak orang mungkin masih gagal paham mengenai makna dari kunjungan Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Eropa. Namun selain membuka peluang perundingan damai, kunjungan ini memang sarat makna yang bisa dilihat dari sejumlah aspek.
Hal itu dikatakan Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Andrew Mantong dalam Media Briefing Centre for Strategic and International Studies (CSIS) bertema “Memaknai Lawatan Presiden Joko Widodo ke Eropa” di Jakarta, Jumat (1/7/2022).
“Ada dua kerangka besar yang harus kita timbang untuk memaknai kebijakan dan kunjungan Presiden Jokowi. Pertama dalam konteks, kebijakan luar negeri. Kedua, dalam konteks, kebijakan luar negeri di masa pemerintahan Presiden Jokowi,” katanya.
Menurut Andrew, reaksi dan ekspektasi publik dari kunjungan Presiden Jokowi memang sangat antusias. Namun kunjungan mulai dari KTT G, Ukraina, dan Rusia ini merupakan salah satu contoh respons langsung Presiden Jokowi atas masalah internasional, dan tentu akan memicu perhatian. Dalam kerangka kebijakan luar negeri Indonesia yang lebih besar, lawatan ini sebenarnya menunjukkan kelanjutan atau kesinambungan profil Indonesia di mata dunia yang semakin meningkat.
“Sejumlah pihak menilai Indonesia sebagai middle power dan beberapa menilai Indonesia dinilai sebagai pemimpin ASEAN. Sementara ASEAN harus juga merupakan entitas yang berkontribusi lebih positif di dunia internasional. Dua kerangka itu, kita bisa mengerti bagaimana antusiasme publik,” paparnya.
Andrew mengingatkan, sepanjang sejarah, Indonesia sudah berkiprah aktif di dunia internasional dalam situasi konflik, rubrik utama yang menaungi adalah kerangka kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif. Indonesia sudah beberapa kali menjadi fasilisator perdamaian yakni saat Presiden Soeharto berkunjung ke Sarajevo dalam Perang Serbia –Bosnia. Dalam forum PBB, Indonesia juga konsisten menyuarakan kemerdekaan Palestina. Presiden Jokowi pada tahun 2019 sempat pula berkunjung ke Afghanistan sebagai bentuk dukungan terhadap perdamaian dunia.
“Tindakan yang dilakukan Presiden Joko Widodo sekarang merupakan sikap dari konsep kebijakan luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, khususnya dalam mendukung dunia yang tertib dan damai,” ujarnya.
Menurut Andre, kalau melihat efektivitas dalam menyelesaikan konflik di dunia internasional, Indonesia pernah berperan aktif sebagai fasilitator untuk penyelesaian konflik di Filipina Selatan tahun 91 sampai 96. Demikian pula saat Kamboja yang waktu dekade 70-an juga dilanda oleh perang dengan Vietnam.
“Dari pola besar tersebut, kunjungan Presiden Jokowi saat ini menarik karena menunjukkan kiprah Indonesia di luar ASEAN atau kawasan dan melibatkan perseteruan negara besar dengan negara yang lebih lemah. Jadi, ada lokasi menarik di luar ASEAN dan karakter konflik yang asimetris. Di sisi lain, ada juga dampak strategis yang membuat potensi Indonesia untuk berperan di Eropa menjadi lebih diperhatikan dunia internasional secara signifikan,” paparnya.
0 Komentar