Kondisi jalan provinsi di Jawa Tengah sudah 90 persen mulus, termasuk di pantura timur dan kawasan perbatasan.
“KALAU kita lagi enak tidur di mobil, tiba-tiba terbangun karena jalannya gronjalan, berarti kita mulai masuk Jawa Tengah,” kata Gubernur Jawa Timur era 90-an Wahono dengan nada meledek kepada Ismail yang saat itu menjabat Gubernur Jawa Tengah seperti dikutip dari buku Kontroversi Ganjar yang ditulis Isdianto dkk.
Tak sulit menebak makna kalimat sindiran itu: jalanan Jawa Tengah banyak yang rusak dan berlubang. Puluhan tahun berselang, atau empat kali pergantian gubernur setelah Ismail, kondisinya tak jauh berubah.
Itu sebabnya, ketika dilantik sebagai Gubernur Jawa Tengah pada 23 Agustus 2013, Ganjar Pranowo memprioritaskan untuk memperbaiki infrastruktur jalan. Sepekan setelah dilantik, Ganjar meminta tambahan anggaran Rp500 miliar lagi untuk menambal jalan rusak. Sebelumnya, anggaran untuk itu hanya sekitar Rp600 miliar.
Pada 2014, Ganjar mengusulkan anggaran infrastruktur sebesar Rp 1,7 triliun. Namun, yang disetujui DPRD hanya Rp1,25 triliun. Jumlah itu ternyata belum cukup untuk memperbaiki jalan dan jembatan yang rusak. Suara rakyat yang mengeluhkan jalan rusak masih banyak. Mayoritas keluhan masyarakat yang diterima Ganjar lewat Twitter dan aplikasi Lapor Gub adalah tentang jalan rusak.
Karena itu, pada 2015, anggaran untuk infrastruktur ditambah menjadi Rp2,5 triliun. Dari jumlah itu, Rp2,1 triliun untuk perbaikan jalan dan jembatan. Sisanya, Rp 249 miliar untuk proyek irigasi di Dinas PSDA, dan Rp 143 miliar untuk pemugaran rumah tidak laik huni Dinas Ciptakaru.
Anggaran itu dipergunakan untuk penanganan jalan-jalan di wilayah perbatasan antar provinsi, aksesibilitas jalan dari Pantura – Pansela, akses jalan di kawasan pariwisata, penanganan khusus daerah dengan struktur tanah labil, dan pengembangan perekonomian wilayah. Seturut dengan itu, Ganjar mencanangkan program "Jawa Tengah Tanpa Lubang."
Bagi Ganjar, jalan yang rusak selain membahayakan nyawa orang juga menghambat laju pembangunan suatu daerah. Waktu tempuh yang harusnya bisa lebih cepat malah terhambat oleh buruknya jalan raya. Karena itulah, memperbaiki jalan adalah bagian dari upaya memperbaiki perekonomian masyarakat.
Ganjar sendiri tak jarang turun langsung untuk mengawasi perbaikan jalan. Jika dalam kunjungan ke daerah Ganjar menemukan jalan provinsi yang rusak, ia tak segan-segan menghentikan mobilnya untuk mencermati penyebab kerusakan jalan.
Bahkan, Ganjar pernah dalam kondisi hujan keluar dari mobil untuk melihat jalan provinsi yang rusak, berbicara dengan para pekerja yang sedang memperbaiki jalan, juga menelepon pejabat terkait untuk memastikan jalan rusak itu bisa diselesaikan tepat waktu dan sesuai spesifikasi.
Di lain waktu, dalam perjalanan tengah malam dari Semarang menuju Klaten, Ganjar menemukan jalanan rusak di desa Jemawan, Kecamatan Jatinom, Klaten. Ganjar pun turun dari mobil dan memeriksa kondisi jalan. Ia menyusuri jalanan sembari memotret beberapa titik kerusakan.
Kemunculan gubernur pada tengah malam di desa itu tak ayal membuat kaget warganya. Kepada Ganjar, warga menyampaikan bahwa penyebab rusaknya jalan karena ulah ratusan truk pengangkut pasir dari Gunung Merapi yang melewati jalur tersebut.
Pasir umumnya diangkut ke Semarang dan Solo. Tingginya lalu lintas truk-truk besar itu disinyalir sebagai penyebab rusaknya jalan dan membahayakan pengguna jalan lainnya.
Menemukan msalah itu, Ganjar kemudian berkomunikasi dengan pejabat terkait untuk segera membenahi ruas jalan yang rusak itu dan mencegah kerusakan kembali terulang.
Salah satu yang dilakukan agar jalan tidak cepat rusak adalah dengan melarang kendaraan yang kelebihan muatan. Caranya, dengan memperketat pengawasan di semua jembatan timbang di Jawa Tengah, terutama di daerah perbatasan.
Di lapangan, kebijakan Ganjar itu tak berjalan semulus yang direncanakan. Suatu ketika di awal 2015, Ganjar menyaksikan sendiri bagaimana petugas jembatan timbang meloloskan kendaraan kelebihan muatan setelah disogok dengan sejumlah uang oleh awak truk.
Ganjar seakan tak percaya dengan apa yang ditemukannya di Jembatan Timbang Klepu itu. Bayangkan, dari 50 lebih truk yang masuk, hanya dua yang tak melanggar aturan. Sementara yang lain, termasuk pelanggaran berat. Bahkan, ada yang kelebihan muatannya lebih dari 250 persen, jauh di atas batas toleransi 25 persen.
Melihat kenyataan itu, Ganjar memutuskan untuk menaikkan nilai denda bagi pelanggar. Dengan begitu, para pengusaha angkutan akan berpikir ulang untuk membawa muatan berlebihan.
Kini, berkat upaya keras Ganjar Pranowo dan jajarannya, kondisi jalan provinsi di Jawa Tengah sudah 90 persen mulus, termasuk di pantura timur dan kawasan perbatasan.
0 Komentar