Hidup guyub dan rukun adalah impian. Tentu saja, hak-hak orang per orang dalam lingkungan hidupnya itu juga diakui, dihormati, dipenuhi, dan dilindungi serta dilayani sebagai bentuk kepedulian antarsesama.
Pendek kata, itulah yang mendasari hadirnya desa inklusif yang gencar didorong oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah beberapa tahun terakhir.
Pada 2020, Desa Jatisobo di Kabupaten Sukoharjo ditetapkan sebagai desa inklusif percontohan. Peresmian ini dilakukan oleh Kementerian Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi bersama Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.
Pembentukan desa inklusif tersebut bertujuan untuk melindungi kelompok-kelompok marjinal, seperti lansia, anak-anak, komunitas penghayat, difabel, dan lain-lain.
“Desa inklusif sangat dibutuhkan di Indonesia dan harus terus dikembangkan,” ujar Mendes PDTT Abdul Halim Iskandar.
Menurut dia, desa tersebut bakal menjadi representasi kebhinekaan bangsa Indonesia. Jika semua warga desa saling menghormati, mengakomodasi, dan terlibat bersama, hal itu akan menjadi indah.
“Siapa pun dia, tanpa memandang warna kulit, suku, apakah difabel atau tidak, semuanya dapat berkontribusi membangun desa masing-masing,” ujar Abdul.
Menuju desa inklusif yang ideal memang butuh jangka panjang, komitmen, dan konsistensi. Pelaksanaannya bisa ditempuh melalui tiga jalan, yaitu jalan kebudayaan, jalan demokrasi atau partisipasi kelompok rentan, dan jalan pembangunan partisipatif.
Tiga hal tersebut telah dijalankan di Desa Jatisobo. Kepala Desa Jatisobo Darmanto menjelaskan, sebanyak 85 penyandang disabilitas di desanya telah diberikan bantuan hewan ternak sapi, akses pendidikan, dan kesehatan.
Selain itu, "Setiap rapat, mereka juga kami libatkan. Kami juga memberikan kesempatan pada mereka untuk terlibat di PKK, Pokja, Posyandu dan semua kegiatan lainnya," katanya.
Komitmen Pemprov Jateng terhadap kaum disabilitas tidak main-main. Lebih dari lima tahun terakhir di setiap penyelenggaraan Musrenbangwil di enam keresidenan Jawa Tengah, penyandang disabilitas selalu mendapat ruang pertama untuk menyampaikan usulan pembangunan.
Bahkan, perwujudan nyata kecintaan gubernur terhadap kaum difabel adalah merombak sejumlah bangunan di lingkup kantornya. Salah satunya, dibangun jembatan kecil khusus bagi penyandang disabilitas yang ingin beraudiensi dengan gubernur.
Dari lingkup kerjanya lebih dulu, Ganjar ingin menegaskan bahwa komitmen itu tidak sekadar lips service, tapi eksekusi nyata.
“Saya pernah merasa ditampar saat mengundang penyandang disabilitas pentas di Wisma Perdamaian, mereka tidak bisa naik ke panggung karena tidak ada aksesnya. Dari situ saya tergugah dan sadar bahwa masih banyak gedung perkantoran tidak ramah difabel,” ujar Ganjar.
Pemprov Jateng kini sedang melakukan pendataan lebih rinci lagi terkait pembentukan desa inklusif. Pemprov menargetkan desa inklusif di 35 kabupaten/kota sebagai bentuk kepedulian sekaligus dukungan terhadap penyandang difabel.
Pada 2021, Pemerintah Kabupaten Purworejo juga sedang menyiapkan desa wisata inklusif. Konsep desa ini bakal diterapkan di lokasi Goa Seplawan, Desa Donorejo, Kecamatan Kaligesing. Pemkab akan membangun eskalator sehingga penyandang disabilitas bisa masuk ke dalam goa.
Dalam sebuah pertemuan gubernur bersama kaum difabel di Solo, Pemprov Jateng mendapat apresiasi oleh Mama Marta, salah satu tokoh peduli penyandang disabilitas dari Sumba, Nusa TenggaraTimur.
Marta mengatakan, perlakuan Jateng terhadap kelompok penyandang disabilitas sangat inovatif, terlihat dari pelibatan komunitas di setiap Musrenbang.
“Saya rasa Jawa Tengah sangat memungkinkan jadi yang pertama menerapkan desa inklusi di Tanah Air,” ujarnya.
Pada dasarnya, desa inklusi merupakan desa yang menyediakan layanan khusus untuk penyandang disabilitas layanan yang setara kepada semua orang. Dan, ini sedang berjalan di Jateng.
0 Komentar