Badan Pusat Statistik (2022) menyebutkan bahwa banyak desa/kelurahan di Jawa Tengah masih mengandalkan sumber mata air untuk kebutuhan air minum.
Jumlahnya mencapai 1.751 desa/kelurahan. Sementara, yang menggunakan air sumur sebanyak 1.683 desa/kelurahan dan sumur bor mencapai 2.127 desa/kelurahan.
Data tersebut mencerminkan bahwa kelestarian terhadap sumber mata air harus terus dipertahankan. Oleh karenanya, gerakan-gerakan penyelamatan lingkungan terus digalakkan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Tengah semasa kepemimpinan Gubernur Ganjar Pranowo.
Ganjar sangat berkomitmen dalam pelestarian lingkungan. Bahkan, Badan Pusat Statistik dalam laporan bertajuk "Statistik Potensi Desa Indonesia 2021” mencatat bahwa Jateng adalah provinsi dengan kegiatan pelestarian lingkungan hidup dan pengolahan sampah terbanyak dalam skala nasional.
BPS menyebutkan bahwa sebanyak 2.574 desa/kelurahan di Jateng telah memiliki program pelestarian lingkungan dan 1.773 desa/kelurahan menjalankan program daur ulang sampah/limbah.
Pelestarian lingkungan yang dimaksud berupa penanaman atau pemeliharaan pepohonan di lahan kritis, penanaman mangrove, dan sebagainya.
Terkait daerah pesisir, misalnya, percepatan penyelamatan lingkungan dituangkan dalam Peraturan Gubernur Jateng Nomor 24 Tahun 2019 tentang Kebijakan dan Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Provinsi Jateng.
Lalu, ada penanaman beragam pohon di lahan-lahan bekas galian C yang tidak produktif. Seperti kawasan embung Kedung Banteng yang terletak di Desa Cabean Kunti, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali.
Untuk mengatasi lahan kritis tersebut, pemerintah setempat memanfaatkan kawasan itu sebagai embung (penampungan air). Upaya ini diapresiasi positif oleh Ganjar dan menjadikan kawasan itu sebagai percontohan rehabilitasi lahan kritis akibat galian C.
Gerakan penanaman pohon itu sendiri, menurut Ganjar, sebagai wujud nyata implementasi nilai-nilai Pancasila. Dengan menanam pohon, ke depan ada harapan lahirlah keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Mengapa? Karena manusia hidup juga perlu adil tidak hanya sesama, tapi juga terhadap lingkungan. Apalagi di daerah land subsidence alias daerah yang mengalamai penurunan permukaan tanah sangat perlu dijaga agar tidak tenggalam.
Meski masih ada “pekerjaan rumah” yaitu 5.988 desa/kelurahan belum melakukan program pelestarian lingkungan dan 6.789 desa/kelurahan belum memiliki pengolahan sampah atau limbah, kerja keras Ganjar menyelamatkan lingkungan tak sia-sia.
Apresiasi datang dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI. Pada Oktober 2021, KLHK mengganjar Jateng dengan piagam apresiasi pembina Program Kampung Iklim (Proklim).
Selain tingkat provinsi, ada dua desa di Jateng yang meraih penghargaan serupa, yaitu Desa Sruni di Kabupaten Boyolali dan Desa Sambak di Kabupaten Magelang.
Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Provinsi Jawa Tengah, Widi Hartanto, mengatakan dua desa itu berhasil mengurangi emisi gas rumah tangga dan memerangi perubahan iklim.
Desa Sruni membuat biogas dari limbah kotoran sapi dan berhasil memerangi kekeringan dengan cara memanen air hujan. Sementara di Desa Sambak, warganya kompak membuat biogas dari limbah industri tahu rumahan.
"Desa Sruni selama lima tahun ini sudah tidak bergantung pada dropping air bersih. Begitu pula Desa Sambak yang sukses menangani limbah tahu jadi energi terbarukan," ujar Widi
Jawa Tengah kini telah mencanangkan 525 wilayah untuk menggerakkan Program Kampung Iklim.
Selain menyabet penghargaan di atas, lima daerah di Jawa Tengah juga menerima penghargaan kategori Proklim Utama. Antara lain, Dusun Lempong (Kabupaten Cilacap), Kelurahan Pedalangan (Kota Semarang), Kelurahan Laweyan (Kota Solo), Desa Sawangan (Kabupaten Magelang), Dusun Muntang (Kabupaten Purbalingga).
Sementara, Pemkab Pati dan Pembak Magelang didapuk sebagai pembina kampung Proklim tingkat kabupaten.
Belum lama ini, Pemprov Jateng menggandeng pemerintah Jerman untuk penanganan air limbah. Kerja sama itu diprioritaskan di sepanjang Sungai Bengawan Solo, pengolahan sampah di kawasan Candi Borobodur, dan penanganan emisi karbon.
Upaya pengembangan infrastruktur hijau itu dicanangkan melalui Green Infrastruktur Initiative (GII) yang dibantu Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi RI.
Seiring dengan kerja sama itu, pemprov juga sedang membahas raperda tentang pengolahan limbah domestik. Raperda ini akan mengatur cara pengolahan limbah dan sampah, tidak hanya soal cara membuang tapi juga mengelolanya.
Raperda juga kontekstual untuk menyelamatkan pencemaran Sungai Bengawan Solo. Salah satu yang didorong pemprov ialah tiap industri kecil hingga besar wajib punya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) baik mandiri maupun komunal.
Oleh karenanya, penyelamatan lingkungan tak bisa dikerjakan oleh pemerintah semata. Ganjar menilai harus ada keterlibatan seluruh aspek masyarakat mulai kampus, perusahaan, bahkan keberadaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) perlu diberdayagunakan.
Ia berharap juga ke depan tiap-tiap lingkungan tempat tinggal di Jawa Tengah telah memiliki sistem sistem pengolahan sampah yang disepakati bersama.
Kerusakan alam adalah persoalan serius. Solusinya, gotong royong untuk mencegah dan menanganinya. Anak-anak hingga orang dewasa harus memiliki kesadaran cinta lingkungan sejak dini dan dari rumah sendiri.
0 Komentar