Presiden Joko Widodo mengatakan ada negara maju yang tidak ingin negara-negara berkembang menjadi maju.
Hal tersebut disampaikan Presiden dalam unggahan di akun Twitter resminya @jokowi pada Sabtu (3/12/2022).
Mula-mula, Jokowi menjelaskan soal sikap Indonesia yang menghentikan ekspor nikel.
Menurut Kepala Negara, penghentian ekspor nikel dan bahan mentah lain bertujuan menggenjot hilirisasi industri.
Akibat kebijakan tersebut, Indonesia digugat oleh Uni Eropa di organisasi perdagangan dunia (WTO). Indonesia kalah dalam gugatan tersebut.
Meski demikian, Indonesia masih mengajukan upaya banding. Jokowi juga menegaskan bahwa hilirisasi bahan mentah masih jalan terus.
Dia lantas menjelaskan soal sikap negara maju dan negara berkembang.
"Semua negara ingin maju. Negara maju ingin mempertahankan negaranya tetap maju. Negara berkembang berusaha menjadi negara maju," ujar Jokowi.
"Ada juga negara maju yang tidak ingin melihat negara berkembang jadi negara maju. Apa pun tantangannya, Indonesia tetap melangkah menjadi negara maju," lanjut dia.
Sebelumnya, dalam paparannya di Istan Negara pada Jumat (2/12/2022) Presiden Jokowi mengatakan, Indonesia tidak perlu merasa sakit hati saat kalah dari Uni Eropa dalam gugatan ekspor nikel.
Menurut Presiden, kalah dalam gugatan hukum adalah hal manusiawi. Indonesia harus tetap mengusahakan langkah hukum berikutnya.
"Enggak perlu kita sakit hati. Endak. Kita berusaha agar bagaimana visi kita agar menjadi negara maju," ujar Jokowi.
"Sekali lagi, kita tidak perlu kecil hati tidak perlu takut urusan kalah digugat Uni Eropa kemudian kita kalah, kemudian kita mundur. Endak. Nanti ada babak kedua lagi kita ingin lakukan," tegas dia.
Jokowi mengingatkan bahwa Indonesia ingin menjadi negara maju sehingga langkah hukum lanjutan merupakan bagian mempertahankan diri tetap menjadi negara maju.
"Itu pasti. Dan juga mereka itu (negara maju) tidak akan rela juga bahwa negara berkembang ini ada yang maju, menjadi negara yang maju, juga banyak yang enggak rela," tambah dia.
Pada kesempatan sebelumnya, Jokowi pernah menjelaskan, beberapa tahun lalu saat Indonesia masih mengekspor nikel dalam bentuk bahan mentah, nilainya hanya mencapai 1,1 miliar dollar Amerika Serikat (AS).
Setelah pemerintah memiliki smelter, ekspor nikel dalam bentuk bahan mentah dihentikan.
Hasilnya, pada 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dollar AS atau setara Rp 300 triliun lebih.
Kondisi itu turut mendukung neraca perdagangan Indonesia menjadi surplus dalam 30 bulan berturut-turut.
0 Komentar