Sejumlah akademisi dari berbagai perguruan tinggi mendorong agar Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan pemerintah segera mengesahkan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
Di antaranya diungkapkan oleh Guru Besar Hukum Pidana Universitas Sebelas Maret, Prof. Dr. Supanto, SH., M.Hum. Ia menyatakan dukungannya untuk Indonesia segera mengesahkan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) nasional.
Hal itu ia sampaikan pada kegiatan Forum Diskusi Publik bertema "Sosialisasi RKUHP" yang digelar Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) dengan menggandeng Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (15/11/2022).
"Terjemahan hukum yang berasal dari Belanda masih macam-macam. Kita terkadang berbeda dalam memahami bahasa Belanda. Politik hukum Indonesia sudah membuat kodifikasi sejak tahun 1963 yang menyerukan dengan amat sangat agar segera rancangan kodifikasi hukum pidana nasional selekas mungkin diselesaikan," ujar Supanto.
Masih dalam kegiatan yang sama, Akademisi Universitas Indonesia, Dr. Surastini Fitriasih, SH., MH., yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan itu menjelaskan bahwa RKUHP yang telah melalui perjalanan panjang dengan menerima berbagai masukan itu agar dapat segera disahkan.
"Kalau kita lihat perjalanan pembentukan RUU KUHP nasional memang cukup panjang. Berbagai masukan sudah diupayakan untuk dipertimbangkan. Meskipun belum sempurna, kita sudah membutuhkan KUHP buatan bangsa sendiri yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa Indonesia. Maka itu, marilah kita mendukung KUHP buatan Indonesia dan mudah-mudahan dapat segera disahkan," ungkap Surastini.
Selain itu, Ketua Program Studi Doktor Ilmu Hukum Universitas 17 Agustus 1945, Dr. Yovita Arie Mangesti, SH., MH., menjelaskan, draf RKUHP terus mengalami berbagai perubahan. Hal ini perlu dipandang sebagai bentuk adaptif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat sehingga draf yang dihasilkan pada 9 November lalu bisa menjadi draf final RKUHP untuk segera disahkan.
"RUU KUHP juga telah disusun berdasarkan asas keseimbangan yang digali dari nilai-nilai kearifan bangsa Indonesia yang merupakan salah satu keunggulan dari RUU KUHP," ungkapnya pada sosialisasi RKUHP yang dilaksanakan secara luring di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya serta melalui aplikasi Zoom dan kanal YouTube Ditjen IKP Kominfo, Selasa (15/11/2022).
"Berdasarkan isu-isu krusial yang ada di RUU KUHP dapat dilihat bahwa RUU KUHP cukup memotret situasi faktual yang ada di masyarakat," tambahnya.
Lebih jauh, Guru Besar Universitas Negeri Semarang, Prof. Dr. Benny Riyanto, SH., M.Hum. dalam Sosialisasi RKUHP di Palu pada Selasa (15/11/2022), mengatakan KUHP saat ini merupakan warisan kolonial Belanda atau Wetboek van Strafrecht voor Nederlandsch Indie (WvS) yang sudah dinaturalisasi menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Ia menegaskan, ada beberapa urgensitas terkait perlunya dilahirkan KUHP Nasional. Antara lain telah terjadi pergeseran paradigma dari keadilan retributif menjadi paradigma keadilan korektif, restoratif, dan rehabilitatif.
"Dengan pergeseran paradigma ini, memang menuntut KUHP WvS untuk segera diganti. Karena sudah tidak mampu lagi mengakomodasi kebutuhan hukum pidana saat ini. Karena tuntutan dari paradigma baru berlaku secara universal di seluruh belahan dunia," jelasnya.
Selain itu, kata dia, hukum tertulis juga selalu tertinggal dari fakta peristiwanya, KUHP WvS sudah berumur 100 tahun lebih sehingga perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukumnya pasti sudah bergeser. KUHP WvS juga belum mencerminkan nilai-nilai budaya bangsa, apalagi terhadap dasar falsafah negara Pancasila.
"Lahirnya KUHP Nasional juga merupakan perwujudan reformasi sistem hukum pidana nasional secara menyeluruh. Hal ini merupakan kesempatan untuk melahirkan sistem hukum pidana nasional yang komprehensif, yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila, budaya bangsa, serta hak asasi manusia yang sifatnya universal," pungkas Benny.
0 Komentar