Sejak 1 April 2022, pemerintah membebaskan pajak bagi UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta per tahun.
Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), Menteri Keuangan Sri Mulyani telah menetapkan pembebasan PPh final 0,5% bagi UMKM.
"Kebijakan ini adalah implementasi UU HPP untuk memberikan asas keadilan dan mendorong UMKM untuk terus berkembang," tulis Ditjen Pajak di akun Instagram resminya @ditjenpajakri, dikutip Senin (29/8/2022).
Aturan tax exemption ini dimuat dalam Pasal 7 ayat 2a yang berbunyi Wajib Pajak Orang Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e tidak dikenai Pajak Penghasilan atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 tahun pajak.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah UMKM mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 61,07 persen atau senilai Rp8.573,89 triliun.
Melihat besarnya kontribusi tersebut, pemerintah merasa perlu untuk memberikan keringanan pajak agar UMKM dapat berkembang lebih besar ke depannya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Neilmaldrin Noor mengungkapkan bahwa pihaknya tidak memberikan persyaratan khusus bagi WP OP UMKM yang memilih menggunakan skema PP 23 untuk berhak atas batas peredaran bruto yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) tersebut di setiap tahun pajaknya.
Neil mencontohkan dua kondisi bagi WP OP UMKM. Pertama, jika WP OP UMKM memilih untuk menggunakan skema PP23 dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya memiliki jumlah peredaran bruto dalam satu tahun pajak sebesar Rp 450 juta, maka Wajib Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Penghasilan.
"Karena jumlah peredaran bruto yang dimiliki tidak melebihi Rp 500 juta dalam satu tahun pajak," papar Neil kepada CNBC Indonesia.
Kedua, kondisi di mana WP OP UMKM memilih untuk menggunakan skema PP23 dalam pemenuhan kewajiban perpajakannya memiliki peredaran bruto dalam satu tahun pajak. WP OP UMKM harus memahami perhitungan jumlah peredaran bruto di bulan ke-5, ke-6 dan ke-7.
Contohnya, jika jumlah peredaran bruto sampai dengan bulan ke-5 sebesar Rp 490 juta, bulan ke-6 sebesar Rp 540 juta dan bulan ke-7 sebesar Rp 570 juta atau Rp 30 juta khusus di bulan ke-7.
Maka pengenaan Pajak Penghasilan Final PP 23 dihitung sebagai berikut:
1. Pada bulan ke-1 hingga ke-5, Wajib Pajak tersebut tidak dikenakan Pajak Penghasilan Final, karena jumlah peredaran bruto yang dimiliki belum melebihi Rp 500 juta.
2. Pada bulan ke-6, Wajib Pajak dikenakan Pajak Penghasilan Final dengan penghitungan:
= 0.5% x ( Rp 540 juta - Rp 500 juta )
= 0.5% x Rp 40 juta
3. Pada bulan ke-7, Wajib Pajak dikenakan Pajak Penghasilan Final dengan penghitungan 0.5% x Rp 30 juta.
0 Komentar