Nilai tukar rupiah alami penguatan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) beberapa waktu terakhir. Dari dolar AS yang tadinya Rp 15.000, kini sudah berada di level Rp 14.800.
Kepala Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter Bank Indonesia (BI), Edi Susianto kepada CNBC Indonesia, Jumat (29/7/2022) menjelaskan penguatan rupiah dipengaruhi oleh kondisi resesi Amerika Serikat (AS).
"Hal tersebut disebabkan oleh sentimen negatif US$ paska rilis data pertumbuhan ekonomi di Q2/2022 yang terkontraksi sebesar 0,9% (yoy). Kondisi tersebut menyebabkan indeks DXY terus menurun (melemah) di bawah 106," ujarnya.
Dalam pengumuman terbaru Biro Statistik, produk domestik bruto (PDB) AS pada kuartal II/2022 kontraksi atau negatif 0,9% secara tahunan (year-on-year/yoy). Padahal di kuartal I/2022 yoy, pertumbuhan pun tercatat negatif sebesar 1,6%.
Penguatan tidak hanya terjadi pada rupiah, namun juga sederet negara lain. "Fenomena penguatan mata uang Rupiah terjadi juga pada banyak mata uang negara lain khususnya emerging market," jelas Edi.
Apakah penguatan rupiah akan terus berlanjut?
"Tentu kita mencermati terus apakah hal ini akan bersifat sementara atau lebih permanen," jawab Edi.
Sejauh ini likuiditas valuta asing (valas) di pasar uang masih terjaga dengan baik. BI tetap berada di pasar memantau aktivitas transaksi.
"Likuiditas valas khususnya di pasar forex kita terjaga dengan baik, keseimbangan suplai deman juga sangat terjaga," kata Edi.
0 Komentar